Percepatan Penyerapan Anggaran Guna Antisipasi Kontraksi Pertumbuhan Ekonomi
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin. Foto : Arief/Man
Kementerian Keuangan merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 menjadi negatif 3,8 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi diproyeksi berada pada rentang negatif 0,4 persen hingga 1 persen pada akhir tahun 2020. Padahal, pada triwulan I-2020, kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh positif 2,97 persen di tengah perlambatan ekonomi global akibat pandemi Covid-19. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mendorong Pemerintah mempercepat penyerapan anggaran untuk penanganan Covid-19 dalam rangka mengantisipasi kontraksi pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.
“Perluasan pembatasan sosial dan ekonomi pada daerah yang kontribusi ekonominya cukup besar, seperti DKI Jakarta dan Jawa Timur, menjadikan pukulan kontraksi ekonomi semakin dalam. Akibatnya, pendapatan dan daya beli masyarakat menurun, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Padahal komponen konsumsi masyarakat berkontribusi besar terhadap perekonomian. Perlambatan ekonomi ini berpotensi memberikan efek domino, mulai dari peningkatan risiko kredit macet perbankan, peningkatan tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin, hingga kontraksi terhadap kinerja penerimaan perpajakan,” tutur Puteri melalui pernyataan tertulis kepada Parlementaria, Kamis (25/6/2020).
Selain komponen konsumsi rumah tangga, indikator komponen lain seperti investasi dan neraca perdagangan diperkirakan juga akan mengalami perlambatan sejalan dengan kontraksi dan ketidakpastian pasar global. Salah satu komponen yang masih dapat diandalkan ialah komponen belanja Pemerintah, meskipun hingga akhir Mei 2020 ini serapannya masih sekitar 32,29 persen. Untuk itu, politisi Fraksi Partai Golkar ini mendorong agar dilakukan percepatan terhadap belanja Pemerintah terutama yang berkaitan dengan belanja perlindungan sosial sebagai upaya pemulihan daya beli masyarakat.
“Di tengah terpuruknya konsumsi masyarakat, komponen belanja pemerintah utamanya belanja bantuan sosial diharapkan dapat menahan agar kontraksi ekonomi tidak semakin dalam. Apalagi komponen belanja rutin maupun belanja modal Pemerintah juga mengalami kendala akibat Covid-19. Di sinilah peran penting perbaikan penyaluran berbagai bentuk instrumen jaring pengaman sosial yang saat ini baru terealisasi sekitar 28,63 persen, untuk tersalurkan secara optimal sehingga menstimulasi daya beli masyarakat,” tutur Puteri.
Lebih lanjut, Puteri juga mendorong percepatan realisasi anggaran untuk pemulihan sektor riil yang terdampak Covid-19. Sebelumnya, Kementerian Keuangan pada konferensi pers (16/6/2020) lalu, menyatakan realisasi anggaran untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih rendah, yaitu 6,8 persen untuk insentif dunia usaha dan bahkan 0,06 persen untuk insentif UMKM. Padahal Pemerintah telah beberapa kali mengoreksi alokasi APBN 2020 yang seiring dengan naiknya anggaran PEN, yang semula dianggarkan Rp 405,1 triliun menjadi Rp 695,2 triliun, sesuai dengan rencana revisi Perpres Nomor 54 Tahun 2020.
“Tentunya, dengan pertumbuhan ekonomi yang berat, maka akan semakin menantang pula dalam pemulihannya. Pemerintah perlu mengantisipasi dan memastikan bahwa pada triwulan III dan IV dapat mencatat pertumbuhan positif untuk mencegah resesi. Hal ini seiring dengan dimulainya momentum transisi menuju normal baru dan membaiknya sentimen perekonomian global terhadap pemulihan ekonomi. Tentunya keberhasilan Pemerintah dalam pemulihan ekonomi yang diiringi dengan pengendalian kesehatan menjadi faktor penentu proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini dan tahun depan,” ujar Puteri. (alw/sf)